Senin, 10 September 2012

Sejarah Kota Dumai


 


Tercatat dalam sejarah, Dumai, sebuah dusun kecil di pesisir timur Propinsi Riau, kini mulai menggeliat menjadi mutiara di pantai timur Sumatera. Kota Dumai merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis. Dumai dikukuhkan menjadi Kota Dumai dengan UU No. 16 tahun 1999 tanggal 20 April 1999 dimana status Dumai sebelumnya adalah Kota Administratif.Pada awal pembentukannya, Kota Dumai hanya terdiri atas 3 kecamatan, 13 kelurahan dan 9 desa dengan jumlah penduduk hanya 15.699 jiwa dengan tingkat kepadatan 83,85 jiwa/km2.

Dulu, Dumai hanyalah sebuah dusun nelayan yang sepi, berada di pesisir Timur Propinsi Riau, Indonesia. Kini, Dumai yang kaya dengan minyak bumi itu, menjelma menjadi kota pelabuhan minyak yang sangat ramai sejak tahun 1999. Kapal-kapal tangki minyak raksasa setiap hari singgah dan merapat di pelabuhan ini. Kilang-kilang minyak yang tumbuh menjamur di sekitar pelabuhan menjadikan Kota Dumai pada malam hari gemerlapan bak permata berkilauan. Kekayaan Kota Dumai yang lain adalah keanekaragaman tradisi. Ada dua tradisi yang sejak lama berkembang di kalangan masyarakat kota Dumai yaitu tradisi tulisan dan lisan. Salah satu tradisi lisan yang sangat populer di daerah ini adalah cerita-cerita rakyat yang dituturkan secara turun-temurun. Sampai saat ini, Kota Dumai masih menyimpan sejumlah cerita rakyat yang digemari dan memiliki fungsi moral yang amat penting bagi kehidupan masyarakat, misalnya sebagai alat pendidikan, pengajaran moral, hiburan, dan sebagainya.Salah satu cerita rakyat yang masih berkembang di Dumai adalah Legenda Putri Tujuh.Cerita legenda ini mengisahkan tentang asal-mula nama Kota Dumai.

Konon, pada zaman dahulu kala, di daerah Dumai berdiri sebuah kerajaan bernama Seri Bunga Tanjung. Kerajaan ini diperintah oleh seorang Ratu yang bernama Cik Sima. Ratu ini memiliki tujuh orang putri yang elok nan rupawan, yang dikenal dengan Putri Tujuh. Dari ketujuh putri tersebut, putri bungsulah yang paling cantik, namanya Mayang Sari. Putri Mayang Sari memiliki keindahan tubuh yang sangat mempesona, kulitnya lembut bagai sutra, wajahnya elok berseri bagaikan bulan purnama, bibirnya merah bagai delima, alisnya bagai semut beriring, rambutnya yang panjang dan ikal terurai bagai mayang. Karena itu, sang Putri juga dikenal dengan sebutan Mayang Mengurai.

Pada suatu hari, ketujuh putri itu sedang mandi di lubuk Sarang Umai. Karena asyik berendam dan bersendau gurau, ketujuh putri itu tidak menyadari ada beberapa pasang mata yang sedang mengamati mereka, yang ternyata adalah Pangeran Empang Kuala dan para pengawalnya yang kebetulan lewat di daerah itu. Mereka mengamati ketujuh putri tersebut dari balik semak-semak. Secara diam-diam, sang Pangeran terpesona melihat kecantikan salah satu putri yang tak lain adalah Putri Mayang Sari. Tanpa disadari, Pangeran Empang Kuala bergumam lirih, “Gadis cantik di lubuk Umai....cantik di Umai. Ya, ya.....d'umai...d‘umai....” Kata-kata itu terus terucap dalam hati Pangeran Empang Kuala. Rupanya, sang Pangeran jatuh cinta kepada sang Putri. Karena itu, sang Pangeran berniat untuk meminangnya.

Beberapa hari kemudian, sang Pangeran mengirim utusan untuk meminang putri itu yang diketahuinya bernama Mayang Mengurai. Utusan tersebut mengantarkan tepak sirih sebagai pinangan adat kebesaran raja kepada Keluarga Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Pinangan itu pun disambut oleh Ratu Cik Sima dengan kemuliaan adat yang berlaku di Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Sebagai balasan pinangan Pangeran Empang Kuala, Ratu Cik Sima pun menjunjung tinggi adat kerajaan yaitu mengisi pinang dan gambir pada combol paling besar di antara tujuh buah combol yang ada di dalam tepak itu. Enam buah combol lainnya sengaja tak diisinya, sehingga tetap kosong. Adat ini melambangkan bahwa putri tertualah yang berhak menerima pinangan terlebih dahulu.

Mengetahui pinangan Pangerannya ditolak, utusan tersebut kembali menghadap kepada sang Pangeran. “Ampun Baginda Raja! Hamba tak ada maksud mengecewakan Tuan. Keluarga Kerajaan Seri Bunga Tanjung belum bersedia menerima pinangan Tuan untuk memperistrikan Putri Mayang Mengurai.” Mendengar laporan itu, sang Raja pun naik pitam karena rasa malu yang amat sangat. Sang Pangeran tak lagi peduli dengan adat yang berlaku di negeri Seri Bunga Tanjung. Amarah yang menguasai hatinya tak bisa dikendalikan lagi. Sang Pangeran pun segera memerintahkan para panglima dan prajuritnya untuk menyerang Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Maka, pertempuran antara kedua kerajaan di pinggiran Selat Malaka itu tak dapat dielakkan lagi.

Di tengah berkecamuknya perang tersebut, Ratu Cik Sima segera melarikan ketujuh putrinya ke dalam hutan dan menyembunyikan mereka di dalam sebuah lubang yang beratapkan tanah dan terlindung oleh pepohonan. Tak lupa pula sang Ratu membekali ketujuh putrinya makanan yang cukup untuk tiga bulan. Setelah itu, sang Ratu kembali ke kerajaan untuk mengadakan perlawanan terhadap pasukan Pangeran Empang Kuala. Sudah 3 bulan berlalu, namun pertempuran antara kedua kerajaan itu tak kunjung usai. Setelah memasuki bulan keempat, pasukan Ratu Cik Sima semakin terdesak dan tak berdaya. Akhirnya, Negeri Seri Bunga Tanjung dihancurkan, rakyatnya banyak yang tewas. Melihat negerinya hancur dan tak berdaya, Ratu Cik Sima segera meminta bantuan jin yang sedang bertapa di bukit Hulu Sungai Umai.

Pada suatu senja, pasukan Pangeran Empang Kuala sedang beristirahat di hilir Umai. Mereka berlindung di bawah pohon-pohon bakau. Namun, menjelang malam terjadi peristiwa yang sangat mengerikan. Secara tiba-tiba mereka tertimpa beribu-ribu buah bakau yang jatuh dan menusuk ke badan para pasukan Pangeran Empang Kuala. Tak sampai separuh malam, pasukan Pangeran Empang Kaula dapat dilumpuhkan. Pada saat pasukan Kerajaan Empang Kuala tak berdaya, datanglah utusan Ratu Cik Sima menghadap Pangeran Empang Kuala.

Melihat kedatangan utusan tersebut, sang Pangeran yang masih terduduk lemas menahan sakit langsung bertanya, “Hai orang Seri Bunga Tanjung, apa maksud kedatanganmu ini?”. Sang Utusan menjawab, “Hamba datang untuk menyampaikan pesan Ratu Cik Sima agar Pangeran berkenan menghentikan peperangan ini. "Perbuatan kita ini telah merusakkan bumi sakti rantau bertuah dan menodai pesisir Seri Bunga Tanjung. Siapa yang datang dengan niat buruk, malapetaka akan menimpa, sebaliknya siapa yang datang dengan niat baik ke negeri Seri Bunga Tanjung, akan sejahteralah hidupnya,” kata utusan Ratu Cik Sima menjelaskan. Mendengar penjelasan utusan Ratu Cik Sima, sadarlah Pangeran Empang Kuala, bahwa dirinyalah yang memulai peperangan tersebut. Pangeran langsung memerintahkan pasukannya agar segera pulang ke Negeri Empang Kuala.

Keesokan harinya, Ratu Cik Sima bergegas mendatangi tempat persembunyian ketujuh putrinya di dalam hutan. Alangkah terkejutnya Ratu Cik Sima, karena ketujuh putrinya sudah dalam keadaan tak bernyawa. Mereka mati karena haus dan lapar. Ternyata Ratu Cik Sima lupa, kalau bekal yang disediakan hanya cukup untuk tiga bulan. Sedangkan perang antara Ratu Cik Sima dengan Pangeran Empang Kuala berlangsung sampai empat bulan. Akhirnya, karena tak kuat menahan kesedihan atas kematian ketujuh putrinya, maka Ratu Cik Sima pun jatuh sakit dan tak lama kemudian meninggal dunia.

Sejak peristiwa itu, masyarakat Dumai meyakini bahwa nama kota Dumai diambil dari kata “d‘umai” yang selalu diucapkan Pangeran Empang Kuala ketika melihat kecantikan Putri Mayang Sari atau Mayang Mengurai. Di Dumai juga bisa dijumpai situs bersejarah berupa pesanggarahan Putri Tujuh yang terletak di dalam komplek kilang minyak PT Pertamina Dumai. Selain itu, ada beberapa nama tempat di kota Dumai yang diabadikan untuk mengenang peristiwa itu, di antaranya: kilang minyak milik Pertamina Dumai diberi nama Putri Tujuh; bukit hulu Sungai Umai tempat pertapaan Jin diberi nama Bukit Jin. Kemudian lirik Tujuh Putri sampai sekarang dijadikan nyanyian pengiring Tari Pulai dan Asyik Mayang bagi para tabib saat mengobati orang sakit.

Minggu, 09 September 2012

Gambar Kota Dumai









www.dumaikota.go.id/


 Kantor Walikota
 Pelabuhan Pertamina

PON Dumai

DUMAI -  Pelaksanaan pembangunan proyek yang kini sedang digesa di Simpang Sukajadi dipersiapkan untuk pembangunan Tugu PON. Tugu tersebut merupakan bantuan dari PT Bank Riau Kepri Dumai dengan anggaran Rp200 juta yang ditargetkan rampung sebelum acara pembukaan PON Riau XVIII pada 13 September 2012 mendatang.

Sempitnya waktu pengerjaan membuat sejumlah pihak pesimis tugu berbentuk maskot Burung Serindit memegang obor tersebut terealisasi dalam waktu yang nyaris hanya tinggal dua pekan lagi. Sebagaimana diungkapkan Isnanu, Koordinator Kirab Pelaksanaan PON Riau di Dumai ini mengaku pesimis pengerjaan berlangsung tepat waktu. ‘’Waktunya terlalu sempit hanya tinggal dua pekan lagi sementara itu sejauh ini cuaca di Dumai tidak mendukung karena tengah masuk musim penghujan,’’ ungkapnya seperti dikutip dumaipos.

Dibagian lain pembangunan tugu PON menuai kritikan oleh segenap elemen masyarakat. Selain terkesan mubazir banyak juga diantaranya yang tidak sependapat jika pembangunan Tugu tersebut harus dilaksanakan di Simpang Sukajadi dan notabene harus menghancurkan tugu kapal lancang kuning yang sejak belasan tahun ini telah menjadi icon kota Dumai.

Rudi, salah seorang warga Dumai meyayangkan Pemko Dumai tidak memiliki masterplan yang jelas terkait pembangunan tugu tersebut. ‘’Simpang Sukajadi dengan Icon kapal lancang kuning sudah familiar dan akrab di tengah masyarakat, lantas kenapa harus dipaksakan di sana padahal masih banyak tempat yang lebih layak misalnya di Taman Bukit Gelanggang yang nota bene kini telah menjelma sebagai pusat rekreasi di Kota Dumai,’’ tukasnya.

Sejumlah pejabat ketika dikonfirmasi mengenai hal tersebut mengaku, penempatan lokasi merupakan hasil rapat yang dilakukan bersama dengan Walikota Dumai, H Khairul Anwar.
Kabid Pertamanan Dinas Tata Kota Kebersihan dan Pertamanan Kota Dumai Khairil Adli mengungkapkan dalam pelaksanaan pembangunan tugu tersebut pihaknya sama halnya dengan Dinas PU dan Perhubungan serta instansi terkait lainnya telah memberikan penegasan rekomendasi.

‘’Di tata Kota rekomendasi yang kita keluarkan Pembangunan tugu harus memenuhi unsur estetika dan semangat kemelayuan,’’ sebutnya. Lebih lanjut Adli menjelaskan dalam desainnya tugu PON tersebut memiliki 4 tapak sebagai makna Dumai memiliki empat suku bangsa yang besar dan dihiasi pilar-pilar berornamen melayu. Sedangkan dibagian atasnya dibuat persis menyerupai maskot PON Riau XVIII berupa burung Serindit membentangkan sayap memegang api obor.

Sementara itu informasi yang beredar dilapangan penempatan lokasi tugu PON di Simpang Sukajadi yang terletak tidak jauh dari gedung Bank Riau Kepri Cabang Dumai sebagai bentuk apresiasi terhadap sumbangsih Bank Riau Kepri Cabang Dumai telah bersedia memberikan kontribusi bagi pembangunan tugu tersebut.

Dikonfirmasi Dumai Pos Direktur PT Bank Riau Kepri Nailan menegaskan bahwa penempatan lokasi pembangunan tugu merupakan hasil rapat Walikota Dumai beserta dengan jajaran. Katanya pihak Bank Riau sejauh ini tidak pernah mengintervensi.

‘’Kita hanya melaksanakan pembangunan tugu sebagaimana instruksi Walikota Dumai, pembangunan itu merupakan sumbangan dari PT Bank Riau sebagai bentuk partisipasi menyukseskan helat empat tahunan yang kali ini dilaksanakan di Bumi Lancang Kuning ini,’’ tukasnya.

Sementara itu disinggung terkait kesiapan Nailan mengaku optimis pengerjaan Tugu PON terealisasi tepat waktu. ‘’Setakat ini hampir merampungkan pengerjaan tapak yang nantinya dilanjutkan dengan pengecoran pilar sedangkan pemasangan maskot telah melewati proses cetak, kita optimis pengerjaannya rampung sebelum acara pembukaan,’’ terangnya.***